Ilmu agama itu memiliki fisik gambar (صورة) dan punya hakikat/ruh/spirit (حقيقة).

0

Intisari untaian mutiara hikmah Prof. Habib Sayyid Abdullah Muhammad Baharun, MA dalam Majelis Al-Afaf pimpinan Sayyidil Walid Al Ustad Alhabib Ali bin Abdurrahman Assaggaf

Tebet Jakarta Selatan Sabtu Petang, 7 November 2015

Oleh : Tim Pengelola Situs Resmi Majelis Al-Afaf

Ilmu agama itu memiliki fisik gambar (صورة) dan punya hakikat/ruh/spirit (حقيقة). Fisik ilmu itu dapat digapai dengan mengetahui perintah dan larangan Allah SWT. Sedang hakikat ilmu hanya dapat dicapai dengan menuntut ilmu disertai rasa memuliakan berikut tekad kuat berniat dan berupaya semaksimal mungkin mengamalkan ilmu. Jika hal itu terwujud maka seorang penuntut ilmu telah berhasil menggabungkan dalam dirinya fisik ilmu berikut hakikatnya. Orang itu juga akan dikenal oleh “penduduk langit” sebagai orang yang agung.

Dalam kehidupan, sering kita dapatkan fakta bahwa ada pengetahuan yang dirasakan langsung manfaatnya seperti kita mengetahui bahwa api dapat membakar, maka pengetahuan itu membuat kita menjauh darinya. Begitu juga jika kita mengetahui ada seekor singa sedang berkeliaran di sebuah jalan, maka pengetahuan kita tersebut membuat kita menjauh dari hewan pemangsa daging itu. Akan tetapi dalam kenyataannya, juga kita dapati ada ilmu pengetahuan yang kita miliki namun pengetahuan tersebut tidak dibarengi dengan sikap bahwa kita merasakan dan menyadarinya.

Ketidaksadaran tersebut berasal dari dua celah:
Pertama : menuruti hawa nafsu (اتباع الهوى).
Kedua : kelalaian (الغفلة)

Perumpamaan menuruti hawa nafsu bagaikan seorang perokok yang membaca tulisan di bungkus rokok berisi peringatan pemerintah bahwa “merokok menyebabkan penyakit kanker, paru-paru dan penyempitan pembuluh darah”, ia membaca itu batinnya pun tidak berkata itu sebuah informasi bohong bahkan ia tahu kebenaran peringatan pemerintah tersebut. Namun karena hawa nafsu telah menguasai dirinya dia pun tetap merokok. Suatu saat, jika perokok tersebut terserang penyakit paru-paru yang membuat dokter spesialis berkata bahwa rokok telah merusak paru-parunya sehingga penderita memiliki dua pilihan berenti merokok atau ia akan mati jika tetap merokok. Nah saat itu, dia akan merasakan dan menyadari kesalahannya menuruti hawa nafsu. Ia pun berhenti merokok tersadar dan merasakan ilmu tentang bahaya rokok.

Bagaimana cara agar kita dapat merasakan ilmu yang kita pelajari?

Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa seorang sehabat bertanya:
يا رسول الله ! نكون عندك تذكرنا بالنار والجنة كأنا رأي عين ، فإذا خرجنا من عندك عافسنا الأزواج والأولاد والضيعات نسينا كثيرا . فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم : ” والذي نفسي بيده ، لو تدومون على ما تكونون عندي وفي الذكر لصافحتكم الملائكة، ولكن ساعة وساعة ” ( رواه مسلم ) .
Wahai Rasulullah SAW! Sesungguhnya kami saat berada di hadapanMu dan Engkau bercerita tentang surga dan neraka kamipun merasakan seolah-olah hal tersebut berada di depan mata. Namun saat kami pulang kembali beraktifitas bersama pasangan hidup, anak-anak dan berkebun banyak hal yang kami lupakan (dari pesan-pesanMu). Rasulullah SAW menjawab: Demi Tuhan yang jiwaku dalam genggaman kekuasaanNya, Seandainya jika kalian kontinyu berada dalam kondisi saat bersamaku serta tidak lalai berdzikir, niscaya malaikat akan menjabat tangan kalian (untuk meminta berkah), akan tetapi ada saat berdzikir dan ada saat lalai. (H.R.Muslim)

Dari hadits diatas dapat diambil kesimpulan bahwa merasakan ilmu yang kita miliki itu bisa. Tentu jika hati kita terbuka untuk menerima cahaya. Karena ilmu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dipenuhi dengan cahaya. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Almaidah 15-16 :
{قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ (15) يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (16) }
“Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah SWT dan kitab yang menjelaskan. Dengan kitab itulah Allah SWT memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan ke jalan yang lurus.”

Itulah cahaya yang selalu menyeertai ucapan-ucapan Rasul SAW merasuk ke dalam hati orang yang mendengar dengan syarat hati pendengar ucapan tersebut siap menerima cahaya.

Sebagai manusia biasa dalam menjalani rutinitas sehari-hari kita terkadang mengalami situasi dan kondisi lupa, ini dimaksud dengan lalai/ الغفلة. Sikap lalai dan lupa adalah hal yang wajar dan manusiawi. Nabi pun dalam hadits di atas telah mengaskan bahwa kondisi hati seorang hamba kontinyu berada dalam dzikir 24 jam adalah hal yang sangat berat. Dalam sebuah ucapan Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Ali Zainal Abidin R.A.
أشد الأعمال ثلاثة: ذكر الله على كل حال، وإنصافك من نفسك، ومواساة الأخ في المال.
“Amal yang paling berat ada tiga hal: mengingat Allah SWT setiap saat, insaf/sadar yang muncul dari diri sendiri, membantu sesama dengan harta”

Namun demikian Allah SWT dapat menganugerahkan hamba-hamba yang Dia pilih untuk mencapai kedudukan yang mulia ini sehingga mereka dapat merasakan Rasulullah SAW selalu ada, baik disaat mereka berbuat atau meninggalkan suatu pekerjaan. Sampai ada diantara mereka yang berucap:
” لو غاب عني رسول الله صلى الله عليه وسلم طرفة عين ما عددت نفسي من المسلمين”
“Seandainya Rasulullah SAW hilang dariku sekejap mata niscaya aku tidak menganggap diriku dalam golongan kaum muslimin”.
Artinya bahwa mereka setiap saat dalam melaksanakan (ibadah) dan meninggalkan (hal buruk), dalam tidur dan bangunnya merasa berjalan “napak tilas” di belakang Panutannya Rasulullah SAW serta tidak pernah lalai. Tentu ini adalah sebuah pengecualian/ dispensasi yang mungkin mereka rasakan sepanjang waktu atau dalam sebagian besar waktu mereka dijaga oleh Allah SWT walaupun mereka tidak ma’sum seperti para Nabi utusan Allah SWT.

Mereka juga terkadang mengungkapkan rasa syukur atas nikmat dan anugerah Allah SWT yang mereka rasakan ini pada saat-saat tertentu. Hal ini diriwayatkan dari Syekh Abul Abbas Al-Mursi dan Habib Umar ibn Abdurrahman Al-Attas dan lainnya.

Selanjutnya, bagaimana cara kita keluar dari situasi menuruti hawa nafsu dan sifat lalai?

Sifat lalai adalah celah/ pintu masuknya setan ke dalam jiwa manusia.Dalam sebuat hadits diriwayatkan :
” الشيطان جاثم على قلب ابن آدم ، فإذا ذكر الله خنس ، وإذا غفل وسوس ” . رواه البخاري تعليقا .
“Setan itu berada di hati anak adam, jika ia ingat/menyebut Allah SWT maka setan tersebut menciut/kabur, dan jika ia lalai setan pun beraksi membuat keraguan dalam jiwa”(H.R.Bukhari)
Oleh sebab itu dalam surat Annas setan disifati “الوسواس الخناس” karena ia membuat keraguan (was-was) saat kita lalai dan ia menciut dan kabur jika kita berdzikir”

Namun demikian di dalam hati manusia terkadang ada sifat-sifat buruk yang di tanam oleh setan. Misalnya sikap cinta dunia yang berlebihan. Jika sifat itu tertanam dalam hati, maka jiwa akan terus membisikkan hal-hal buruk dan jahat sehingga hati seseorang akan menjadi tempat setan yang tak berwujud. Jika sifat buruk dan keji tumbuh subur dalam hati, pemilik hati tersebut akan menjadi setan. Sebagaimana firman Allah SWT tentang setan “من الجنة والناس” (dari golongan jin dan manusia) dan firmanNya Q.S. Al-An’am:
شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا
” … yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).”

Seorang yang menderita penyakit tidak akan berobat jika ia tidak sadar bahwa ia sedang sakit. Jika merasa sehat tidak mungkin dia akan berobat. Pada saat ia merasa sakit tentu akan berobat.

Resep obat yang harus dia tempuh ada dua macam : berdoa dan menempuh ikhtiar sebab-sebab kesembuhan.
Seseorang yang menurut hasil pemeriksaan dokter mengidap penyakit berbahaya, pasti akan berdo’a memohon kepada Allah SWT dalam munajatnya, sujudnya sambil menangis berharap agar Allah SWT segera mengangkat penyakitnya. Ia pun akan meminta didoakan orang-orang saleh agar hajatnya terkabul. Ia juga pasti akan pergi ke dokter berikhtiar mencari dokter spesialis terbaik guna kesembuhannya. Perlu ditekankan upaya ini akan muncul jika seseorang mengetahui bahwa ia sedang menderita penyakit yang membahayakan hidupnya.

Penuntut ilmu memiliki kesempatan emas untuk meraih kedudukan mulia yang Allah SWT akan berikan kepadanya dan kepada para ulama. Selanjutnya untuk mendapatkan kedudukan mulia tersebut penuntut ilmu harus sadar akan tanggung jawab beban yang ia pikul sebagai ulama pewaris ilmu kenabian.

Dalam hadits sahih disebutkan bahwa diantara manusia yang paling pertama akan dibakar oleh api neraka seorang yang berilmu namun tidak mengamalkan ilmu, bahkan ilmunya menuruti keinginan hawa nafsu. Ilmunya dijual untuk mendapatkan fasilitas kenikmatan duniawi yang tidak berharga. Akhirnya ia tidak dapat menyampaikan amanah ilmu agama yang ia miliki. Bahkan ia nekad memutarbalikkan yang batil menjadi hak karena hawa nafsu telah menuasai jiwanya. Ilmunya kelak akan bersaksi atas keburukan pemiliknya. Dalam hadis disebutkan :
والقرآن حجة لك أو عليك. رواه مسلم
Dalam hadits sahih yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah dan ketika akan menyampaikan hadits ini ia sering tidak sadarkan diri sampai tiga kali karena beratnya bobot hadits. Nabi bersabda ada tiga golongan manusia yang paling pertama api neraka membakar mereka, diantaranya Nabi bersabda:
وَرَجُلٌ تَعَلّمَ العِلْمَ وَعَلّمَهُ وَقَرَأَ القُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ، فَعَرّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: تَعَلّمْتُ العِلْمَ وَعَلّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ القُرْآنَ، قَالَ: كَذَبْتَ وَلََكِنّكَ تَعَلّمْتَ العِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ، وَقَرَأْتَ القُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَىَ وَجْهِهِ حَتّىَ أُلْقِيَ فِي النّارِ

“… dan seorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkan Al-Qur’an, dia dipanggil dihadapan Allah SWT yang mengingatkan kembali anugerah-anugerahNya (diantaranya ilmu agama yang ia pelajari), ia pun menyadarinya. Allah SWT bertanya: Apa yang kau lakukan dengan anugerah-anugerah tersebut? Dia menjawab: aku belajar kemudian mengajarkannya dan aku baca Al-Qur’an karenaMu. Allah SWT berfirman: engkau berbohong, engkau belajar dengan niat agar engkau disebut orang alim, membaca Al-Qur’an supaya disebut Qari’, engkau telah dapatkan sebutan itu (saat hidup di dunia), kemudian ia diperintah dan diseret diatas mukanya sampai dilempar ke neraka”.

Berkata Imam Ibnu Ruslan dalam gubahan nadzam Zubad :
وعالم بعلمه لم يعملن # معذب من قبل عباد الوثن
“Orang alim yang tidak mengamalkan ilmu, akan disiksa sebelum penyembah berhala”

Fisik ilmu itu ibarat arus listrik yang jika dimanfaatkan dengan baik bisa menjadi sumber penerangan rumah dan jalan, menyalakan pendingin ruangan, kamera dan telepon. Sebaliknya, jika disalahgunakan arus listrik dapat berpotensi membakar, menghanguskan, membunuh dan menghancurkan.

Solusi dari berbagai cobaan yang menimpa umat Islam bagi kalangan penuntut ilmu dan ulama adalah mereka harus kembali mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengintropeksi diri/ muhasabah. Penuntut ilmu/ulama harus sadar bahwa ilmu yang dituntut dan diemban adalah amanat Nabi Muhammad SAW. Ilmu harus diambil dengan rasa memuliakan dan menjaganya sebaik-baiknya karena ilmu adalah amanat dan cahaya Nabi SAW yang dianugerahkan agar disampaikan kepada umat. Allah SWT akan memberikan ganjaran yang besar jika pengembannya menunaikan amanat tersebut. Maka janganlah ayat-ayat Allah SWT ditukar dengan harga murah.

Fitnah dan cobaan pasti akan datang karena kehidupan dunia ini adalah tempat ujian. Jika selamat dari cobaan dunia dan tetap menjaga kesucian ilmu kelak akan menjadi orang yang beruntung.

Semoga bermanfaat.
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وسلم والحمد لله رب العالمين